Setelah memahami apa itu cinta di bagian pertama, mari kita sedikit mulai terbuka dengan memahami soal rasa yang berbeda antara dua insan yang berbeda kromosomnya (X dan Y), ya laki-laki dan perempuan.
Jika belum membaca bagian pertama, silahkan terlebih dahulu membaca bagian pertamanya, minimal ada hal baru yang bisa didapatkan.
Hendaklah kalian berhati-hati dengan rasa yang muncul, janganlah rasa suka kalian anggap sebagai rasa cinta, karena keduanya adalah berbeda. Kebanyakan rasa suka selalu diiringi dengan nafsu yang kadang dapat membutakan hati (Asdar Nor, 2019).
Maka kita sering mendengar jikalau orang sedang jatuh cinta,
“cinta itu buta”. Tentu yang buta bukan matanya, akan tetapi keadilan (bukan
juga), yang buta adalah hati kita. Sebenarnya, bukan cinta atau rasa suka yang
menjadikan kita buta. Namun nafsu diantara kedua hal tersebut yang membuat kita
membabi buta dalam panggung percintaan kita.
Cinta, Rasa Suka, Atau Nafsu Semata?
Ketika kita menyukai seseorang, suka akan membuat jantungmu
berdetak lebih cepat, bertingkah tak karuan. Sedangkan cinta justru akan
membuat lebih tenang.
Kala cinta, sudah tentu kita suka. Kala cinta, belum tentu
diwarnai dengan cinta, bisa saja nafsu yang justru membawa buta. Suka adalah
perasaan sesaat, yang apabila sudah terlanjur suka lebih dalam jatuhnya adalah
obsesi berlebihan yang diwarnai nafsu syahwat atau rasa ingin memiliki dengan
cara apapun. Sedangkan cinta justru membuat kita nyaman karena merasa terjaga
(muslimahtangguh, 2018).
Hubungan yang didominasi oleh nafsu antara Kromosom 44+XY
dan Kromosom 44+XX diimplementasikan dengan tindakan memegang dan menyentuh
tanpa henti lawan jenis. Sedangkan cinta tidak akan membiarkan nafsu
mendominasi atau menguasai diri. Bahkan cinta merupakan tindakan yang tepat dan
terkoordinir sesuai koridor yang benar (Asdar Nor, 2019).
Koridor apa yang dimaksud? Bisa jadi koridor tersebut adalah
nilai norma, yang bercabang menjadi norma agama, norma susila, norma kesopanan,
dan juga norma hukum.
Dua Jenis Cinta
Pertama, Cinta Passionate. Adalah cinta yang didapat dari
pengalaman emosional yang mendalam. Maksudnya, sebuah pengalaman hidup atau
peristiwa yang pernah terjadi dalam diri kita yang benar-benar kita rasakan
atau kita jiwai peristiwa tersebut. Misalnya, ketika mendapat hadiah mobil,
atau mendapat penghargaan dari presiden, tentu kita akan sangat bahagia, sebab
sebelumnya kita sudah sangat serius berusaha mendapatkannya.
Begitu pun dengan Cinta Passionate, kita akan luar biasa
bahagia ketika cinta terbalas, dan akan sangat kecewa ketika cinta dibalas
dengan penghianatan.
Kedua, Cinta Companionate. Merupakan gambaran cinta sebagai
afeksi (perasaan) yang kita rasakan kepada orang lain yang memiliki hubungan
baik kepada kita. Kemudian perasaan itu termanifestasi dalam sebuah hubungan
yang lebih romantis, serta kemungkinan akan berlanjut lebih lama (Nilam 2013).
Perilaku Pejuang Cinta
Cinta memang tidak bisa dilepaskan dari rasa suka dan nafsu.
Namun cinta tidak lengkap bila tanpa disbandingkan dengan komitmen. Komitmen
merupakan sebuah keputusan terhadap suatu hal. Komitmen akan menumbuhkan
konsisten, bertahan, sekuat tenaga, ataupun keseriusan dalam menekuni suatu
hal.
Lantas, dalam akhir pembahasan ini akan dikemukakan perilaku
dalam panggung percintaan yang berhubungan dengan cinta, rasa suka, nafsu, dan
komitmen. Ada empat (4) tipe pejuang cinta yang diambil dari pendapat Stanberg
(1986):
Tipe Likking: mencakup rasa suka yang sangat kuat, perihal
nafsu ada tetapi tidak membutakan. Begitupun dengan komitmen, ada tetapi tidak
telalu kuat, kemungkinan mudah berpaling dari satu ke yang lain.
Tipe Infatuation: tipe ini sangat tinggi gairah nafsunya.
Tipe ini akan membuatmu terjebak dalam kata “cinta itu buta”
Tipe Romantic Love: aktor percintaan dalam tipe ini memliki
rasa suka dan nafsu yang kuat. Namun untuk bicara komitmen, tipe ini tidak
cocok untuk diajak berkomitmen.
Tipe Consummate Love: ini adalah tipe paling ideal dalam
melangsungkan hubungan percintaan. Tidak perlu berlama-lama, komitmen akan
membawamu dalam jenjang yang lebih santun terhadap norma yang bercabang tadi.
Tipe ini mampu menyeimbangkan antara rasa suka, nafsu, dan komitmen, sehingga oleh
penulis diberi sebutan cinta sejati.
Baca Juga Ngaji Cinta #1: Perspektif Neurobiologi, Antropologi, & Psikologi
"Naskah yang telah anda baca tidak bermaksud untuk melegalkan perilaku percintaan yang tidak sesuai dengan empat norma yang sudah disebutkan sebelumnya. Namun sebagai bentuk kehati-hatian dalam memaknai cinta dan berusaha menjalankan cinta yang sesuai koridor empat norma"
New Post