Telusuri

Pilihan Editor

Lebih Produktif Dengan Asus VivoBook S14 S433 Dare To Be You

Hidup tanpa batas bukan berarti hidup melampaui batas. Hidup tanpa batas adalah ketika melakukan aktivitas tanpa kesulitan dan hamba...

Sabtu, 06 Juni 2020

Pendidikan: Otak Membeku Hati Membatu






Berbicara pendidikan maka kita harus ingat bahwa kita memiliki standarisasi yang keras dan tidak nyaman bagi perbedaan karakteristik dan kemampuan siswa. Kurikulum pendidikan memaksa anak dengan kemampuan menari untuk bermain sepak bola dan siswa yang suka ketenangan harus banyak bergerak dan banyak bersuara. 

Kurikulum pendidikan semacam alat pahat, yang memaksa siswa untuk bisa ini dan itu. Kurukulum  pendidikan kita boleh mencantumkan empat kompetensi yang harus dimiliki siswa di dalamnya, namun orientasi masih berkutat pada pragmatisme istilah pintar. Standarisasi yang ada memang mengharuskan siswa memiliki catatan angka akhir sekolah yang tinggi untuk dianggap pintar. 

Evaluasi akhir pendidikam kita juga tidak terlepas dari kecurangan dan rasa empati dalam pemberian nilai kelulusan atau nilai telah tercapainya sebuah kompetensi. Kebocoran soal dan atau jawaban ujian sudah menjadi berita tahunan. Rasa kedekatan emosional guru dan siswa juga akan mempenaruhi nilai. Semua masih rekayasa.

Konsekuensi tulisan ini mungkin bisa saja diusut. Namun penulis percaya bahwa untuk menjadikan sekolah berfungsi sebagaimana mestinya dan tetap terselenggara menjadi lebih baik adalah dengan terus mengkritik dan memberi masukan. 

Otak Membeku Hati Membatu
Analogi di atas sangat cocok untuk menggambarkan cetakan-cetakan pendidikan kita. server memori alami yang dimiliki manusia, yakni otak dipenuhi oleh pengetahuan-pengetahuan yang enam hari dalam seminggu terus dijejali. Ini terjadi mulai pendidikan dasar hingga menengah atas, dan berlanjut pada perguruan tinggi. 

Masuknya pengetahuan kepada siswa tidak bisa dipastikan adalah penyampaian pengetahuan yang tuntas. Maksudnya adalah siswa mampu mengetahui, memahami, mengambil hikmah, dan mengamalkan apa yang telah diajarkan. jika memang tidak demikian atau tidak tuntas, berapa ruang  dalam memori telah terbuang sia-sia untuk menyimpan file dan tidak terpakai, hingga akhirnya mengendap dan membeku.

Pembelajaran yang memungkinkan terjadinya interaksi guru dan siswa dengan bahan ajar di lingkungan belajar kini mulai mengkhawatirkan jika dapat kita renungkan. Penggunaan media komputer dan serba digital nyatanya mampu mereduksi peran guru dalam menjalankan fungsinya sebagai mu'allim, mursyid, murabbi, mu'addib, mudaris, ustadz dan sebagainya dalam pandangan pendidikan Islam.

Pendidikan semestinya mampu memperkuat hubungan manusia dengan alam dan tuhannya dengan hati. Ini dapatt dilakukan dengan pemberian teladan dan mengajak siswa untuk membaca dan belajar dari fenomena-fenomena konkrit yang ada disekitarnya. Dengan ini, nilai-nilai kehidupan akan tertanam dan siswa menjadi manusia yang bisa memanusiakan manusia.

Mengukur Pidato Menteri

Harapan besar bangsa mungkin berada di pundak menteri pendidikan dan kebudayaan Indonesia saat ini. Pasalnya, pernyataan dalam pidatonya di Universitas Indonesia tahun 2019 lalu sangat mampu membuka sekat pimikiran konsvensionl dan konsevatif kita terhadap dunia pendidikan. Dalam pidatonya, secara garis besar disampaikan, "Saat ini, Indoensia sedang memasuki era di mana gelar tidak menjamin kompetensi, kelulusan tidak menjamin siap berkarya, akreditasi tidak menjamin mutu, dan masuk kelas tidak menjamin belajar"

Pertama, lulusan pendidikan kita kedepan adalah lulusan yang memang benar-benar berkompetensi. Hemat penulis, hal ini dapat diwujudkan ketika kurikulum pendidikan yang menyesuaikan pada minat, bakat, kamampuan, dan karakteristik siswa, bukan sebaliknya. Maksudnya adalah seperti ini, manusia diberikan potensi atau bekal awal dalam dirinya yang perlu untuk dikembangkan. 

Adanya pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi yang telah ada secara keseluruhan. Sebaliknya, ketika kita memaksa siswa untuk sesuai kurikulum, itu tidak bisa dan tidak mungkin. Kita kembali lagi, sebab potensi, minat, bakat, kamampuan, dan karakteristik siswa berbeda.

Kedua, lulusan yang siap berkarya merupakan harapan pemerintah dan harapan lulusan itu sendiri. Kita tidak bisa menafikkan bahwa dunia kerja dan karya adalah salah satu bonus selesainya suatu proses pendidikan. Hemat penulis, dalam membentuk lulusan yang siap berkarya adalah menyeimbangkan pengalaman belajar teori dan praktik. Sebenarnya, pengalaman toeritis juga bisa didapatkan ketika kita praktik, sama halnya dalam pembuatan antitesis. 

Selanjutnya adalah menggiring siswa sedini mungkin untuk memantapkan minat dan bakatnya untuk kemudian digiring ke dalam sekolah penjurusan. Jurusan akan memudahkan dunia pendidikan dalam menyiapkan lulusan yang mampu dan siap berkarya sesuai bidang keahlian yang ditekuni oleh masing-masing siswa.

Ketiga, akreditasi suatu lembaga pendidikan tidak menjamin mutu pendidikan. Hemat penulis, proses pendidikan merupakan hal yang mampu membangun kualitas siswa. Jika memang akreditasi adalah pemenuhan segala kriteria baik berkas adminstrasi hingga kelengkapan bangunan lembaga pendidikan, maka jelas kurang menjamin proses pendidikan yang ditawarkan bagi siswa. 

Namun jika fasilitas pendidikan terpenuhi, program pelatihan keprofesionalan tenaga kependidikan ditingkatkan,  guru mampu mengajar dengan efektif, efisien, dan memperhatikan perbedaan-perbedaan yang dimiliki setiap siswa, serta pembelajaran berpusat pada siswa, maka hal ini dapat menjamin kualitas pendidikan. 

Keempat, masuk kelas tidak menjamin siswa belajar adalah hal yang sudah kita temukan sehari-hari. Beruntung, menteri kita mengutarakan hal ini dan semoga cepat ditindak lanjuti. Di kelas merupakan proses belajar, yakni adanya indikator keberhasilan belajar yang harus dicapai dalam kegiatan belajar mengajar. Namun, belajar adalah kehidupan. 

Kehidupan manusia adalah kegiatan belajar. Masih ingat apa saja sumber belajar, yakni terdiri dari yang sudah ada dan yang diadakan. Maka, kelas bukanlah satu-satunya tempat siswa dipaksa harus belajar. Pendidikan masa depan semoga akan lebih membuka pemanfaatan sumber belajar secara menyeluruh untuk memberikan pengalaman belajar yang luas. 

Pendidikan Kehidupan

Pendidikan kehidupan merupakan wacana penulis di mana nantinya siswa lebih sering untuk mempraktikkan apa yang telah didapatkan secara teori dengan langsung terjun ke masyarakat. Dengan ini siswa dapat melihat langsung kehidupan sosial dengan latar belakang dan sudut pandang berbeda. Siswa dapat mendapatkan apa yang menjadi tuntutan kurikulumnya, akan tetapi juga mendapatkan nilai-nilai kemanusiaan di dalam masyarakat. 

Pendidikan yang luas namun menjurus pada satu bidang keahlian. Minat dan bakat siswa harus digiring terhadap jurusan pendidikan tertentu dan kemudian membuka pengalaman belajar seluas-luasnya kepada siswa dengan harapan potensinya dapat berkembang secara optimal. Peran guru adalah sebagai pengarah, menanamkan nilai-nilai positif yang harus dimiliki siswa kedepan, selain juga membenahi kekurangan akademik siswa.

Model pendidikan memang harus dirubah. Pendidikan yang memanusiakan manusia, memelihara nilai kemanusiaan, meningkatkan spiritualitas siswa, memberi kesempatan siswa untuk mengembangkan potensi tanpa batas-batas, menjadikan siswa memiliki karakter, optimal dengan pendidikannya(sesuai minat, bakat, kemampuan, dan karakteristik), hingga membuat siswa menjalani pendidikannya dengan bahagia tanpa merasa tertekan.

Dengan ini hasil belajar menjadi optimal. Siswa menjadi manusia sejati yang memiliki hubungan baik kepada sesama dan kepada tuhannya, memiliki pengetahuan dan keterampilan yang mumpuni.
Semoga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar